Melodi Dalam Bayang Penjajahan
Di balik gemulai tarian Gending Sriwijaya terdapat alunan musik yang berawal dari sebuah lagu pengantar tidur Jepang. Lagu Nina Bobo menjadi bahan mentah dari sebuah proses kreatifitas.
Tahun 1944, Kepala Kantor Hodohan Palembang Shu Letkol O.M. Shida, menyerahkan konsep musik Nina Bobo Jepang kepada A. Dahlan Muhibat. Seorang seniman sejati yang sebelumnya telah menciptakan lagu Sriwijaya Jaya pada tahun 1936.
Lirik lagu dikerjakan bersama Tim yang diketuai Nungcik A.R. Dahlan tidak serta-merta menerima nada Jepang begitu saja. Sebaliknya, ia memadukannya dengan nada-nada dari lagu Sriwijaya Jaya. Gabungan kedua elemen inilah yang membentuk dasar musikal Gending Sriwijaya.
Tim menghasilkan lirik lagu yang sangat sentimental. Tidak melahirkan syair bernada perjuangan apalagi bernada politik kemerdekaan. Hal ini dapat dipahami, bagaimana sikap Jepang menjanjikan kemerdekaan bagi Indonesia. Namun, kenyataannya, Indonesia memerdekakan sendiri dengan semangat Proklamasi 17 Augustus 1945.
Menurut Margaret J. Kartomi, pertama kali penampilan Gending Sriwijaya dilaksanakan secara resmi di bawah pimpinan seniman terkenal Haji Gung oleh 30 orang kelompok musik dari teater Bangsawan.
Tahun 1944, Bintang Berlian disahkan menjadi nama kelompok musik yang mempersembahkan pertunjukan Gending Sriwijaya pada tanggal 2 Augustus 1945. Pertunjukan ini diadakan di halaman Masjid Agung Palembang sebagai simbol penyambut kedatangan tokoh-tokoh yang memberikan penerangan tentang rencana PPKI (Panitia Persipan Kemerdekaan Indonesia). Lagu Gending Sriwijaya juga sangat populer di radio dan menjadi musik pengiring tarian.
Awal Juni 1950 hingga 1955, ditampilkan di istana negara ketika Presiden Soekarno menyambut PM India Sri Pandit Jawaharlal Nehru dan direkam oleh RRI di Jakarta. Tahun berikutnya, Residen Palembang A. Rozak merekomendasikan kepada presiden Soekarno untuk menjadikan Gending Sriwijaya sebagai lagu yang menggambarkan kejayaan masa lalu Sumatera Selatan.
Keunikan lagu Gending Sriwijaya lahir dalam tekanan, namun tidak kehilangan jiwanya. Berkembang bukan karena kekuatan politik, tapi kekuatan identitas kebudayaan lokal. Dari lagu tidur milik penjajah, Gending Sriwijaya menjelma menjadi simfoni Palembang kejayaan yang megah dan tetap setia pada akar budayanya.
Dikutip dari materi seminar yang diberikan oleh Bapak Beni
Reporter : Manda Dwi Lestari
Komentar
Posting Komentar